Untuk mewujudkan tujuan pendidikan,
harus didukung oleh iklim pembelajaran yang kondusif. Iklim pembelajaran
yang dikembangkan oleh guru mempunyai pengaruh yang sangat besar
terhadap keberhasilan dan kegairahan belajar siswa. Selanjutnya
dikatakan pula bahwa kualitas dan keberhasilan pembelajaran sangat
dipengaruhi oleh kemampuan dan ketetapan guru dalam memilih dan
menggunakan metode pembelajaran (Harjanto, 1997).
Secara teoretis cukup mudah untuk
mempelajari semua metode atau model yang disarankan oleh para pakar
pendidikan dan pakar pembelajaran, akan tetapi dalam praktek sangat
sulit diterapkan. Jika akan dikaitkan dengan kekhususan mata pelajaran
atau bidang studi yang masing-masing telah memiliki standar materi dan
tujuan-tujuan kognitif, afektif, maupun psikomotorik. Khususnya dalam
mata pelajaran matematika, masih susah membuat siswa tertarik untuk
belajar.
Matematika adalah salah satu bidang
studi yang diajarkan di segala jenjang pendidikan, mulai dari sekolah
dasar (SD) sampai pada jenjang perguruan tinggi. Matematika memegang
peranan penting dalam menciptakan sumber daya manusia (SDM) yang
berkualitas, sebab dalam matematika terkandung berbagai konsep yang
logis dan realistis yang mampu membentuk pola pikir manusia dalam
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Hal ini sejalan dengan yang telah
dikemukakan oleh Djaali (Soedjana, 1986) bahwa matematika merupakan
sarana berfikir ilmiah, memegang peranan yang sangat penting dalam
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk meningkatkan
kesejahteraan bangsa.
Pada dasarnya pembelajaran merupakan
hasil sinergi dari tiga komponen pembelajaran utama yakni siswa,
kompetensi guru, dan fasilitas pembelajaran. Pembelajaran matematika
adalah suatu proses atau kegiatan guru mata pelajaran matematika dalam
mengajarkan matematika kepada para siswanya, yang di dalamnya terkandung
upaya guru untuk menciptakan iklim dan pelayanan terhadap kemampuan,
potensi, minat, bakat, dan kebutuhan siswa tentang matematika yang amat
beragam agar terjadi interaksi optimal antara guru dengan siswa serta
antara siswa dengan siswa.
Sesuai dengan tuntutan kebutuhan
masyarakat dan perkembangan zaman, ilmu pengetahuan dan teknologi yang
semakin pesat, disinilah tugas guru matematika untuk senantiasa
meningkatkan keterampilan dan kualitas intelektual di dalam kegiatan
pembelajaran, bahkan guru pelajaran matematika perlu tampil di setiap
kesempatan baik sebagai pendidik, pengajar, pelatih, inovator,
fasilitator maupun sebagai dinamisator dengan cara menerapkan model
pembelajaran matematika yang berkompeten.
Ketidaktahuan akan penyajian materi
pembelajaran oleh seorang guru dapat berakibat menurunnya motivasi dan
apresiasi siswa dalam proses belajar. Hal ini tentunya dapat mengurangi
kualitas belajar. Guru sebagai fasilitator dituntut dapat memodifikasi
atau bahkan menerapkan metode atau model pembelajaran baru yang lebih
disukai siswa dan meningkatkan keaktifannya. Salah satu peran guru yang
terpenting adalah bagaimana mereka dapat mencerdaskan dan mempersiapkan
masa depan anak didik melalui kegiatan belajar yang benar-benar kreatif,
terbuka, dan menyenangkan.
Salah satu model pembelajaran yang biasa
diterapkan oleh guru dalam kelas adalah pembelajaran konvensional, yang
bila tidak dikemas dengan baik tidak akan menarik perhatian siswa,
karena cenderung menghafalkan rumus dan symbol dalam matematika
(Darmawan, 2002). Pembelajaran konvensional cenderung meminimalkan
keterlibatan siswa sehingga guru nampak lebih aktif. Demikian halnya
model pembelajaran yang diterapkan di SMA Negeri 1 Tanete Rilau. Sikap
siswa yang terbiasa pasif dalam proses pembelajaran dapat mengakibatkan
sebagian besar siswa takut dan malu bertanya pada guru mengenai materi
yang kurang dipahami. Suasana belajar di kelas menjadi sangat monoton
dan kurang menarik.
Kondisi fisik SMA Negeri 1 Tanete Rilau
sudah baik dan memenuhi syarat atau layak sebagai lembaga pendidikan.
Sarana-prasarana pada umumnya sudah lengkap sehingga kegiatan belajar
mengajar di kelas berjalan lancar.
Meskipun sudah memiliki sarana
pembelajaran lengkap seperti dijelaskan di atas namun model pembelajaran
yang diterapkan di SMA Negeri 1 Tanete Rilau masih belum bisa
menumbuhkan minat siswa untuk belajar secara aktif khususnya mata
pelajaran matematika. Berdasarkan observasi yang dilakukan peneliti di
kelas XI IPA1 realitas yang terjadi dalam penyelenggaraan kegiatan
belajar mengajar mata pelajaran matematika guru memegang kendali penuh
di dalam kelas. Siswa menjadi pendengar yang baik dan pencatat yang
tekun tentang materi pelajaran yang disampaikan guru. Meskipun demikian,
peneliti melihat bahwa hanya sebagian kecil siswa di kelas ini kurang
bersemangat dalam menerima pelajaran matematika. Pada umunya siswa sudah
memiliki semangat belajar yang tinggi terbukti dengan keaktifannya
dalam menjawab serta bertanya kepada guru. Selain itu, siswa juga mampu
menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan oleh guru dengan baik.
Setelah dihubungkan dengan nilai
ulangan, ternyata keaktifan siswa di kelas tidak sesuai dengan hasil
belajarnya. Hanya ada beberapa siswa yang mampu mencapai ketuntasan
belajar. Sedangkan siswa yang lain belum mencapai ketuntasan belajar
namun nilainya tidak terlampau jauh dengan nilai standar yang telah
ditetapkan. Berdasarkan wawancara dengan guru bidang studi matematika
SMA Negeri 1 Tanete Rilau tahun 2010, diketahui bahwa perolehan hasil
belajar matematika siswa pada semester ganjil tahun ajaran 2010/2011
hanya rata-rata 52% siswa yang tuntas/kompeten. Tuntutan Standar
Ketuntasan Belajar Minimum (SKBM) secara klasikal harus 65% dan prinsip
pembelajaran yang diterapkan sekarang ini adalah prinsip pembelajaran
tuntas. Hal ini berbanding terbalik dengan sikap yang ditunjukkan siswa
di kelas selama proses pembelajaran berlangsung. Menurut guru
bersangkutan tujuan pembelajaran sudah tercapai namun hasil belajar yang
diperoleh siswa setiap ulangan masih kurang dan siswa yang berada dalam
ketegori tuntas belum mencapai 75% dari keseluruhan siswa.
Gambaran tersebut menunjukkan masih
rendahnya efektivitas pembelajaran di dalam kelas, karena efektivitas
pembelajaran tidak hanya dilihat dari aktivitas dan respons siswa
terhadap pelajaran akan tetapi bagaimana mengelola kelas dengan baik
agar tercipta suasana belajar yang menyenangkan dan penyaluran ilmu
secara merata sehingga tidak terjadi kesenjangan yang mencolok dalam hal
hasil belajar siswa. Untuk itu diperlukan alternatif untuk penyelesaian
masalah tersebut. Salah satunya adalah dengan menggunakan model
pembelajaran baru yang dapat melibatkan siswa secara keseluruhan dalam
proses pembelajaran. Salah satu model pembelajaran yang bisa diterapkan
adalah model pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran kooperatif ini
lebih mengaktifkan siswa dalam proses pembelajaran, sehingga guru lebih
banyak berperan sebagai fasilitator dan memberikan kesempatan kepada
siswa untuk saling berinteraksi dalam menyelesaikan tugas-tugas yang
dihadapinya secara bersama-sama, saling bertukar pikiran satu sama lain
dan saling melengkapi kekurangan diantara anggota kelompoknya. Selain
itu, dengan model pembelajaran kooperatif ini guru akan memiliki lebih
banyak waktu untuk mengamati perkembangan keaktifan siswa pada waktu
mereka melakukan kerja kelompok.
Model Pembelajaran Kooperatif memiliki
beberapa tipe. Salah satu tipe model pembelajaran kooperatif yang dapat
membangun kepercayaan diri siswa dan mendorong partisipasi mereka dalam
kelas adalah model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share. Model Pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share membantu siswa mengintepretasikan ide mereka bersama dan memperbaiki pemahaman. Model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share
cocok digunakan di SMA karena kondisi siswa SMA yang masih dalam masa
remaja membuat mereka menyukai hal baru dan lebih terbuka dengan teman
sebaya dalam memecahkan permasalahan yang mereka hadapi.
Model pembelajaran Think-Pair-Share (TPS) termasuk dalam pembelajaran kooperatif. Dipilih model pembelajaran Think-Pair-Share (TPS) karena
model pembelajaran ini memberi kesempatan pada siswa untuk berpikir,
menjawab, dan saling membantu satu sama lain. Dengan menggunakan model
pembelajaran Think-Pair-Share (TPS) maka akan menambah variasi
model pembelajaran di SMA Negeri 1 Tanete Rilau yang lebih menarik,
menyenangkan, meningkatkan aktivitas dan kerja sama siswa. Strategi Meningkatkan Hasil Belajar Siswa dengan Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share
Tidak ada komentar:
Posting Komentar