Peacekeeping Operations (PKO)/Misi Pemeliharaan Perdamaian (MPP) merupakan “flagship enterprise”
dari PBB dalam rangka turut menjaga perdamaian dan keamanan
internasional. Saat ini tercatat lebih dari 122.000 personil baik
militer, polisi, maupun sipil yang berpartisipasi di 15 misi. Saat ini,
PBB menghadapi tantangan dalam menutup gap antara supply dan demand dalam berbagai MPP.
Pada
awalnya peran MPP PBB hanya terbatas pada pemeliharaan gencatan senjata
dan stabilisasi situasi di lapangan sehingga usaha-usaha politik untuk
menyelesaikan konflik dapat dilakukan. Namun demikian, dengan
berakhirnya perang dingin, konteks penggelaran MPP PBB juga berubah dari
misi “tradisional” yang mengedepankan tugas-tugas militer, menjadi misi
yang lebih “multidimensional“ dalam rangka mengimplementasikan
perjanjian damai secara komprehensif dan membantu meletakkan dasar-dasar
bagi terciptanya perdamaian yang berkelanjutan.
Sifat
dari konflik yang harus dihadapi oleh MPP PBB juga mengalami perubahan.
Sebelumnya MPP PBB harus menghadapi konflik antar negara namun saat ini
MPP PBB dituntut pula untuk dapat diterjunkan pada berbagai konflik
internal dan perang saudara.
Peran Indonesia dalam PKO
Partisipasi Indonesia di dalam Pasukan Pemeliharaan Perdamaian PBB (PKOs – Peacekeeping Operations)
didasari oleh semangat Pembukaan UUD 1945, khususnya Alinea IV, tentang
komitmen Indonesia untuk ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Selain
itu komitmen tersebut juga tercerminkan di dalam kebijakan politik luar
negeri Indonesia, khususnya dalam hal upaya Indonesia untuk turut
berperan aktif menjaga keamanan dan perdamaian internasional. Indonesia
memiliki pandangan bahwa keberhasilan dari suatu misi perdamaian sangat
bergantung kepada prinsip-prinsip yang telah disepakati oleh seluruh
anggota PBB, yaitu: persetujuan dari pihak-pihak yang bertikai (consent), memiliki mandat yang jelas, impartiality, dan non-use of force kecuali untuk membela diri dan mempertahan mandat yang diemban dari PBB. Ukuran
keberhasilan suatu misi perdamaian dapat dilihat dari kondisi negara
yang tengah dilanda konflik. Kehadiran misi perdamaian seharusnya dapat
mencegah terjadinya kembali konflik.
Dilihat
dari perkembangan jumlah pasukan perdamaian Indonesia di PBB, terdapat
peningkatan tajam keterlibatan Indonesia setelah akhir tahun 2006 dengan
pengiriman ke UNIFIL. Pra-pengiriman Pasukan Indonesian ke UNIFIL (sebelum tahun 2006), total personil Indonesia hanya pada level 300-an peacekeepers (posisi 44 dunia).
Hingga
akhir bulan April 2011, Indonesia terus membuktikan komitmennya dalam
pemeliharaan perdamaian dunia antara lain melalui pengiriman personil
pada berbagai Misi Pemeliharaan Perdamaian PBB (Peacekeeping Operations/PKO)
dimana partisipasi Indonesia dalam PKO yang terdiri dari komponen
militer, polisi dan sipil adalah sebesar 1.801 personil (29 diantaranya
perempuan) atau berada pada peringkat 16 terbesar pengirim pasukan
perdamaian PBB (T/PCCs- Troop/Police Contributing Countries), dengan perincian sbb:
· Haiti (MINUSTAH) – 10 Personil Polisi
· Congo (MONUSCO) – 175 Pasukan; 12 Pengamat Militer
· Liberia (UNMIL) – 1 Pengamat Militer;
· Sudan (UNMIS) – 8 Personil Polisi dan 7 Pengamat Militer;
· Sudan (UNAMID) – 5 Pengamat Militer and 140 Personil Polisi;
· Lebanon (UNIFIL) – 1.440 Pasukan;
Indonesia juga telah memiliki visi untuk lebih mengembangkan peran dan partisipasinya di dalam Peacekeeping Operations
(PKO)/Misi Pemeliharaan Perdamaian (MPP), khususnya meningkatkan peran
ketiga komponen/unsur PKO yaitu; militer, polisi dan sipil. Untuk
komponen militer, leading sector pengembangan telah
dilakukan oleh Mabes TNI c.q. Pusat Misi Pemiliharaan Perdamaian (PMPP)
dan bagi komponen polisi dilaksanakan oleh Mabes Polri yang juga
memiliki Pusat Misi Pemeliharaan Perdamaian. Penggelaran Pasukan
Pemeliharaan Perdamaian PBB dari komponen TNI dan Polri akan tetap
menjadi flagship kontribusi Indonesia di dalam berbagai misi perdamaian PBB.
Selain keterlibatan komponen TNI dan Polri, keterlibatan civilian experts semakin penting dan sejalan dengan evolusi dan pembahasan mengenai PKO dimana semakin mengemuka fenomena multidimensional peacekeeping operations dan diperlukannya “rapid deployment standards and ‘on-call’ civilian expertise”.
Sehubungan dengan perkembangan dimaksud, sesuai dengan lingkup tugasnya, Kemlu sedang menyiapkan kapasitas atau hub yang akan menangani civilian experts di tanah air dan menjadi venue
untuk diseminasi substansi dan kurikulum yang terkait dengan isu-isu
yang menjadi penanganan secara khusus oleh ahli-ahli sipil dimaksud.
Selain itu, hub atau standing capacity
untuk ahli-ahli sipil, sesuai dengan kepentingan polugri, dapat
dimanfaatkan untuk partisipasi dan kerjasama yang berdimensi
multilateral/PBB regional/kawasan, dan/atau untuk konteks bilateral.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar