PUNK!!
Mendengar kata satu ini pasti yang
terbayang dalam benak kita adalah kasar, lusuh, gelandangan, pengamen,
rambut mohawk, narkoba, anarkisme, anti kemapanan dan berbagai dinamika
jalanan lainnya. Tak bisa dipungkiri, itu memang paradigma yang sudah
melekat dalam pikiran kita hampir di seluruh negeri ini. Dan yang perlu
disayangkan lagi, terkadang tak ada yang ingin menjamah mereka untuk
memberikan sesuatu yang lebih baik bagi kehidupan mereka, tidak
terkecuali dakwah yang saat ini mulai menjadi komoditas jual beli oleh
beberapa orang.
Punk Muslim, sebuah komunitas - atau aku
lebih suka menyebutnya “gerak dakwah” baru - yang digagas oleh Alm.
Budi Khoironi dan Ahmad Zaki pada tahun 2007 lalu mencoba untuk
mengajak kaum yang tak pernah terjamah (Punkers) ini untuk menikmati
indahnya dakwah dan kembali kepada fitrah mereka sebagai seorang muslim.
Hal ini diawali dari kegelisahan Alm. Budi karena ketakutannya akan
banyaknya dosa yang ada pada dirinya, selain itu keprihatinannya melihat
keadaan punkers di jalanan seperti dirinya yang membuatnya takut kelak
neraka akan dipenuhi oleh punkers jalanan sepertinya. Akhirnya Alm.
Budi Khoiri dan Ahmad Zaki memulai dengan mengadakan pengajian setiap
Kamis malam ba’da shalat isya’ untuk para punkers jalanan. Tentu saja
perjuangan mereka tidak semudah membalik tangan, berbagai cobaan harus
mereka hadapi termasuk berhadapan dengan preman. Namun, semangat untuk
menyampaikan Islam kepada para Punkers tak membuat mereka patah arang,
sehingga terbentuklah Punk Muslim seperti yang ada saat ini dengan
Punkajian (baca:pengajian), pendidikan dan berbagai aktivitas lainnya.
Yang menjadi permasalahan saat ini,
komunitas Punk Muslim sering menjadi objek judgement oleh segelintir
penggiat dakwah maupun umat islam yang mereka sendiri (mungkin) tak mau
menyentuh para kaum tak terjamah ini. Banyak justifikasi yang mereka
keluarkan dimana Punk dan Islam itu bertentangan dan tak mungkin
bersatu, lebih parah lagi ada pula yang men-judge sesat, pengikut Lady
Gaga dan lain sebagainya. Tentu saja hal itu hanya berdasarkan pandangan
bahwa punk yang identik dengan tattoo, dekil dan anarkisme yang
bertentangan dengan Islam. Namun, mereka melupakan bahwa ada kata dakwah
di antara “kata” Punk dan Islam.
Entahlah, mungkin ini penyakit para
penggiat dakwah dewasa ini seperti yang diutarakan Ustadz Jazir ASP,
“Para ustadz jaman dahulu mengajak umat ke arah islam tanpa sibuk
menyalahkan, sedangkan para ustadz jaman sekarang lebih banyak
menyalahkan, bahkan mengkafirkan bukan malah memperbaiki umat.” Sebuah
kritik pedas bagi penggiat dakwah saat ini memang, tapi itulah
kenyataannya. Bukan saatnya menyudutkan gerak dakwah bagi kaum tak
terjamah ini, tapi mendukungnya untuk mengembalikan fitrah kaum tak
terjamah sebagai seorang muslim.
Kembali pada Punk Muslim, kembali pada
bagaimana cara kita memandangnya dan tujuan awal pembentukannya. Bagiku,
inilah sebuah gerak dakwah baru, sebuah gerak dakwah bagi kaum tak
terjamah. Sebuah gerak dakwah yang memang bisa menyentuhkan islam agar
lebih dekat dengan kaum tak terjamah. Poin pentingnya bukan tentang
penyatuan antara Punk dengan Islam, sehingga memunculkan golongan baru
yang disebut Punk Muslim. Tapi mencoba mengubah kaum tak terjamah
kembali pada fitrahnya sebagai seorang muslim.
Sebut saja salah satu penggiat dakwah
dalan komunitas Punk Muslim ini, Intan Dwi Aprisa. Dia adalah salah satu
yang menikmati hidayah Allah melalui Punk Muslim. Gadis kelahiran 24
April 1995 ini memilih musik punk dan kehidupan jalanan pada 2007 hingga
2009 yang lalu. Di tengah kegalauan hatinya, ia menemukan Punk Muslim
yang membawanya kembali kepada kehidupan yang jauh lebih baik. Bukan
hanya meninggalkan kehidupan punk, kini ia istiqomah untuk menutup
auratnya. Jilbab lebar, pakaian tak ketat, rok panjang dan kaos kaki
menemaninya kemanapun ia pergi. [1]
Punk Muslim, hanya ingin membawa secerca
cahaya awal yang lebih baik kepada kaum tak terjamah ini. Bukan masalah
apakah mereka diterima pembawa cayaha lainnya atau tidak, tapi
setidaknya ada keinginan untuk menyampaikan cahaya ini kepada mereka
yang terlalu lama dalam gelap. “Ballighu ‘anni walau ayah, Sampaikanlah
walau satu ayat” Bukankah itu yang Rasulullah sampaikan kepada
kita? Inilah dakwah, jalan bagi para pecinta-Nya dan utusan-Nya, dengan
cara sedikit berbeda mereka menyampaikan cahaya-Nya. Inilah dakwah, bagi
kaum tak terjamah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar